Selasa, 07 Mei 2013

Antropologi

Pengertian Antropologi Menurut Para Ahli :

David Hunter 
Antropologi adalah ilmu yang lahir dari keingintahuan yang tidak terbatas tentang umat manusia
Koentjaraningrat 
Antropologi adalah ilmu yang mempelajari umat manusia pada umumnya dengan mempelajari aneka warna, bentuk fisik masyarakat serta kebudayaan yang dihasilkan
Rifhi Siddiq 
Antropologi adalah ilmu yang mengkaji segala aspek yang terdapat pada manusia yang terdiri dari berbagai macam konsepsi kebudayaan, tradisi, ilmu pengetahuan, teknologi, norma, kelembagaan, seni, linguistik dan lambang
William A. Havilland 
Antropologi adalah studi tentang umat manusia, berusaha menyusun generalisasi yang bermanfaat tentang manusia dan perilakunya serta untuk memperoleh pengertian yang lengkap tentang keanekaragaman manusia.
Dari definisi-definisi tersebut, dapat disusun pengertian sederhana Antropologi, yaitu sebuah ilmu yang mempelajari tentang segala aspek dari manusia, yang terdiri dari aspek fisik dan nonfisik berupa warna kulit, bentuk rambut, bentuk mata, kebudayaan, aspek politik, dan berbagai pengetahuan tentang corak kehidupan lainnya yang bermanfaat.
Secara garis besar antropologi antropologi memiliki cabang-cabang ilmu yang terdiri dari: 
A. Antropologi Fisik
1. Paleoantropologi adalah ilmu yang mempelajari asal usul manusia dan evolusi manusia dengan meneliti fosil-fosil. 2. Somatologi adalah ilmu yang mempelajari keberagaman ras manusia dengan mengamati ciri-ciri fisik.
B. Antropologi Sosial dan Budaya
1. Prehistori adalah ilmu yang mempelajari sejarah penyebaran dan perkembangan semua kebudayaan manusia di bumi sebelum manusia mengenal tulisan. 2. Etnolinguistik antropologi adalah ilmu yang mempelajari pelukisan tentang ciri dan tata bahasa dan beratus-ratus bahasa suku-suku bangsa yang ada di dunia / bumi. 3. Etnologi adalah ilmu yang mempelajari asas kebudayaan manusia di dalam kehidupan masyarakat suku bangsa di seluruh dunia. 4. Etnopsikologi adalah ilmu yang mempelajari kepribadian bangsa serta peranan individu pada bangsa dalam proses perubahan adat istiadat dan nilai universal dengan berpegang pada konsep psikologi.

Sejarah

Seperti halnya sosiologi, antropologi sebagai sebuah ilmu juga mengalami tahapan-tahapan dalam perkembangannya.
Koentjaraninggrat menyusun perkembangan ilmu Antropologi menjadi empat fase sebagai berikut:

Fase Pertama (Sebelum tahun 1800-an)


Manusia dan kebudayaannya, sebagai bahan kajian Antropologi.

Sekitar abad ke-15-16, bangsa-bangsa di Eropa mulai berlomba-lomba untuk menjelajahi dunia. Mulai dari Afrika, Amerika, Asia, hingga ke Australia. Dalam penjelajahannya mereka banyak menemukan hal-hal baru. Mereka juga banyak menjumpai suku-suku yang asing bagi mereka. Kisah-kisah petualangan dan penemuan mereka kemudian mereka catat di buku harian ataupun jurnal perjalanan. Mereka mencatat segala sesuatu yang berhubungan dengan suku-suku asing tersebut. Mulai dari ciri-ciri fisik, kebudayaan, susunan masyarakat, atau bahasa dari suku tersebut. Bahan-bahan yang berisi tentang deskripsi suku asing tersebut kemudian dikenal dengan bahan etnografi atau deskripsi tentang bangsa-bangsa.
Bahan etnografi itu menarik perhatian pelajar-pelajar di Eropa. Kemudian, pada permulaan abad ke-19 perhatian bangsa Eropa terhadap bahan-bahan etnografi suku luar Eropa dari sudut pandang ilmiah, menjadi sangat besar. Karena itu, timbul usaha-usaha untuk mengintegrasikan seluruh himpunan bahan etnografi.

Fase Kedua (tahun 1800-an)

Pada fase ini, bahan-bahan etnografi tersebut telah disusun menjadi karangan-karangan berdasarkan cara berpikir evolusi masyarakat pada saat itu. masyarakat dan kebudayaan berevolusi secara perlahan-lahan dan dalam jangka waktu yang lama. Mereka menganggap bangsa-bangsa selain Eropa sebagai bangsa-bangsa primitif yang tertinggal, dan menganggap Eropa sebagai bangsa yang tinggi kebudayaannya
Pada fase ini, Antopologi bertujuan akademis, mereka mempelajari masyarakat dan kebudayaan primitif dengan maksud untuk memperoleh pemahaman tentang tingkat-tingkat sejarah penyebaran kebudayaan manusia.

Fase Ketiga (awal abad ke-20)

Pada fase ini, negara-negara di Eropa berlomba-lomba membangun koloni di benua lain seperti Asia, Amerika, Australia dan Afrika. Dalam rangka membangun koloni-koloni tersebut, muncul berbagai kendala seperti serangan dari bangsa asli, pemberontakan-pemberontakan, cuaca yang kurang cocok bagi bangsa Eropa serta hambatan-hambatan lain. Dalam menghadapinya, pemerintahan kolonial negara Eropa berusaha mencari-cari kelemahan suku asli untuk kemudian menaklukannya. Untuk itulah mereka mulai mempelajari bahan-bahan etnografi tentang suku-suku bangsa di luar Eropa, mempelajari kebudayaan dan kebiasaannya, untuk kepentingan pemerintah kolonial.

Fase Keempat (setelah tahun 1930-an)

Pada fase ini, Antropologi berkembang secara pesat. Kebudayaan-kebudayaan suku bangsa asli yang di jajah bangsa Eropa, mulai hilang akibat terpengaruh kebudayaan bangsa Eropa.
Pada masa ini pula terjadi sebuah perang besar di Eropa, Perang Dunia II. Perang ini membawa banyak perubahan dalam kehidupan manusia dan membawa sebagian besar negara-negara di dunia kepada kehancuran total. Kehancuran itu menghasilkan kemiskinan, kesenjangan sosial, dan kesengsaraan yang tak berujung.
Namun pada saat itu juga, muncul semangat nasionalisme bangsa-bangsa yang dijajah Eropa untuk keluar dari belenggu penjajahan. Sebagian dari bangsa-bangsa tersebut berhasil mereka. Namun banyak masyarakatnya yang masih memendam dendam terhadap bangsa Eropa yang telah menjajah mereka selama bertahun-tahun.
Proses-proses perubahan tersebut menyebabkan perhatian ilmu antropologi tidak lagi ditujukan kepada penduduk pedesaan di luar Eropa, tetapi juga kepada suku bangsa di daerah pedalaman Eropa seperti suku bangsa Soami, Flam dan Lapp.

Rabu, 21 November 2012

ETIKA


Pengertian Etika 

Etika (Yunani Kuno: "ethikos", berarti "timbul dari kebiasaan") adalah cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral Etika mencakup analisis dan penerapan konsep seperti benar, salah, baik, buruk, dan tanggung jawab.
St. John of Damascus (abad ke-7 Masehi) menempatkan etika di dalam kajian filsafat praktis (practical philosophy). Etika dimulai bila manusia merefleksikan unsur-unsur etis dalam pendapat-pendapat spontan kita. Kebutuhan akan refleksi itu akan kita rasakan, antara lain karena pendapat etis kita tidak jarang berbeda dengan pendapat orang lain. Untuk itulah diperlukan etika, yaitu untuk mencari tahu apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia.
Secara metodologis, tidak setiap hal menilai perbuatan dapat dikatakan sebagai etika. Etika memerlukan sikap kritis, metodis, dan sistematis dalam melakukan refleksi. Karena itulah etika merupakan suatu ilmu. Sebagai suatu ilmu, objek dari etika adalah tingkah laku manusia. Akan tetapi berbeda dengan ilmu-ilmu lain yang meneliti juga tingkah laku manusia, etika memiliki sudut pandang normatif. Maksudnya etika melihat dari sudut baik dan buruk terhadap perbuatan manusia. Etika terbagi menjadi tiga bagian utama: meta-etika (studi konsep etika), etika normatif (studi penentuan nilai etika), dan etika terapan (studi penggunaan nilai-nilai etika). Etika adalah Ilmu yang membahas perbuatan baik dan perbuatan buruk manusia sejauh yang dapat dipahami oleh pikiran manusia.

A.Istilah lain yang identik dengan etika, yaitu:
  • Susila (Sanskerta), lebih menunjukkan kepada dasar-dasar, prinsip, aturan hidup (sila) yang lebih baik (su).
  • Akhlak (Arab), berarti moral, dan etika berarti ilmu akhlak.
  • Terminius Techicus, Pengertian etika dalam hal ini adalah, etika dipelajari untuk ilmu pengetahuan yang mempelajari masalah perbuatan atau tindakan manusia.
  • Manner dan Custom, Membahas etika yang berkaitan dengan tata cara dan kebiasaan (adat) yang melekat dalam kodrat manusia (In herent in human nature) yang terikat dengan pengertian “baik dan buruk” suatu tingkah laku atau perbuatan manusia.

B. Pengertian dan definisi Etika dari para filsuf atau ahli berbeda dalam pokok  perhatiannya antara lain:
  1. Merupakan prinsip-prinsip moral yang termasuk ilmu tentang kebaikan dan sifat dari hak (The principles of morality, including the science of good and the nature of the right)
  2. Pedoman perilaku, yang diakui berkaitan dengan memperhatikan bagian utama dari kegiatan manusia. (The rules of conduct, recognize in respect to a particular class of human actions)
  3. Ilmu watak manusia yang ideal, dan prinsip-prinsip moral seba¬gai individual. (The science of human character in its ideal state, and moral principles as of an individual)
  4. Merupakan ilmu mengenai suatu kewajiban (The science of duty)
  5. Menurut para ahli maka etika tidak lain adalah aturan prilaku, adat kebiasaan manusia dalam pergaulan antara sesamanya dan menegaskan mana yang benar dan mana yang buruk.

  • Menurut Drs. O.P. SIMORANGKIR : etika atau etik sebagai pandangan manusia dalam berprilaku menurut ukuran dan nilai yang baik.
  • Menurut Drs. Sidi Gajalba dalam sistematika filsafat : etika adalah teori tentang tingkah laku perbuatan manusia dipandang dari segi baik dan buruk, sejauh yang dapat ditentukan oleh akal.
  • Menurut Drs. H. Burhanudin Salam : etika adalah cabang filsafat yang berbicara mengenai nilai dan norma moral yang menentukan prilaku manusia dalam hidupnya.
  • Menurut K. Bertens, dalam buku berjudul Etika, 1994. yaitu secara umumnya sebagai berikut:

  1. Etika adalah niat, apakah perbuatan itu boleh dilakukan atau tidak sesuai pertimbangan niat baik atau buruk sebagai akibatnya.
  2. Etika adalah nurani (bathiniah), bagaimana harus bersikap etis dan baik yang sesungguhnya timbul dari kesadaran dirinya.
  3. Etika bersifat absolut, artinya tidak dapat ditawar-tawar lagi, kalau perbuatan baik mendapat pujian dan yang salah harus mendapat sanksi.
  4. Etika berlakunya, tidak tergantung pada ada atau tidaknya orang lain yang hadir.

  • Menurut Maryani & Ludigdo : etika adalah seperangkat aturan atau norma atau pedoman yang mengatur perilaku manusia,baik yang harus dilakukan maupun yang harus ditinggalkan yang di anut oleh sekelompok atau segolongan masyarakat atau prifesi.
  • Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia: etika adalah nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.
  • Menurut Aristoteles: di dalam bukunya yang berjudul Etika Nikomacheia, Pengertian etika dibagi menjadi dua yaitu, Terminius Technicus yang artinya etika dipelajari untuk ilmu pengetahuan yang mempelajari masalah perbuatan atau tindakan manusia. dan yang kedua yaitu, Manner dan Custom yang artinya membahas etika yang berkaitan dengan tata cara dan kebiasaan (adat) yang melekat dalam kodrat manusia (in herent in human nature) yang terikat dengan pengertian “baik dan buruk” suatu tingkah laku atau perbuatan manusia.
  • Menurut Kamus Webster: etika adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang apa yang baik dan buruk secara moral.
  • Menurut Ahli filosofi: Etika adalah sebagai suatu studi formal tentang moral.
  • Menurut Ahli Sosiologi: Etika adalah dipandang sebagai adat istiadat,kebiasaan dan budaya dalam berperilaku.

C. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, etika adalah:
  • Ilmu tentang apa yang baik dan yang buruk, tentang hak dan kewajiban moral.
  • Kumpulan asas/nilai yang berkenaan dengan akhlak
  • Nilai mengenai yang benar dan salah yang dianut masyarakat.

D. Etika terbagi atas dua :
  1. Etika umum ialah etika yang membahas tentang kondisi-kondisi dasar bagaimana manusia itu bertindak secara etis. Etika inilah yang dijadikan dasar dan pegangan manusia untuk bertindak dan digunakan sebagai tolok ukur penilaian baik buruknya suatu tindakan.
  2. Etika khusus ialah penerapan moral dasar dalam bidang kehidupan yang khusus misalnya olah raga, bisnis, atau profesi tertentu. Dari sinilah nanti akan lahir etika bisnis dan etika profesi (wartawan, dokter, hakim, pustakawan, dan lainnya).

E. Jenis Etika
  • Etika filosofis

Etika filosofis secara harfiah (fay overlay) dapat dikatakan sebagai etika yang berasal dari kegiatan berfilsafat atau berpikir, yang dilakukan oleh manusia. Karena itu, etika sebenarnya adalah bagian dari filsafat; etika lahir dari filsafat.
Etika termasuk dalam filsafat, karena itu berbicara etika tidak dapat dilepaskan dari filsafat. Karena itu, bila ingin mengetahui unsur-unsur etika maka kita harus bertanya juga mengenai unsur-unsur filsafat. Berikut akan dijelaskan dua sifat etika, yaitu :

1. Non-empiris Filsafat digolongkan sebagai ilmu non-empiris. Ilmu empiris adalah ilmu yang didasarkan pada fakta atau yang kongkret. Namun filsafat tidaklah demikian, filsafat berusaha melampaui yang kongkret dengan seolah-olah menanyakan apa di balik gejala-gejala kongkret. Demikian pula dengan etika. Etika tidak hanya berhenti pada apa yang kongkret yang secara faktual dilakukan, tetapi bertanya tentang apa yang seharusnya dilakukan atau tidak boleh dilakukan.

2. Praktis Cabang-cabang filsafat berbicara mengenai sesuatu “yang ada”. Misalnya filsafat hukum mempelajari apa itu hukum. Akan tetapi etika tidak terbatas pada itu, melainkan bertanya tentang “apa yang harus dilakukan”. Dengan demikian etika sebagai cabang filsafat bersifat praktis karena langsung berhubungan dengan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan manusia. Tetapi ingat bahwa etika bukan praktis dalam arti menyajikan resep-resep siap pakai. Etika tidak bersifat teknis melainkan reflektif. Maksudnya etika hanya menganalisis tema-tema pokok seperti hati nurani, kebebasan, hak dan kewajiban, dsb, sambil melihat teori-teori etika masa lalu untuk menyelidiki kekuatan dan kelemahannya. Diharapakan kita mampu menyusun sendiri argumentasi yang tahan uji.

  • Etika Teologis

Ada dua hal yang perlu diingat berkaitan dengan etika teologis. Pertama, etika teologis bukan hanya milik agama tertentu, melainkan setiap agama dapat memiliki etika teologisnya masing-masing. Kedua, etika teologis merupakan bagian dari etika secara umum, karena itu banyak unsur-unsur di dalamnya yang terdapat dalam etika secara umum, dan dapat dimengerti setelah memahami etika secara umum.
Secara umum, etika teologis dapat didefinisikan sebagai etika yang bertitik tolak dari presuposisi-presuposisi teologis. Definisi tersebut menjadi kriteria pembeda antara etika filosofis dan etika teologis. Di dalam etika Kristen, misalnya, etika teologis adalah etika yang bertitik tolak dari presuposisi-presuposisi tentang Allah atau Yang Ilahi, serta memandang kesusilaan bersumber dari dalam kepercayaan terhadap Allah atau Yang Ilahi.[rujukan?] Karena itu, etika teologis disebut juga oleh Jongeneel sebagai etika transenden dan etika teosentris. Etika teologis Kristen memiliki objek yang sama dengan etika secara umum, yaitu tingkah laku manusia. Akan tetapi, tujuan yang hendak dicapainya sedikit berbeda, yaitu mencari apa yang seharusnya dilakukan manusia, dalam hal baik atau buruk, sesuai dengan kehendak Allah.
Setiap agama dapat memiliki etika teologisnya yang unik berdasarkan apa yang diyakini dan menjadi sistem nilai-nilai yang dianutnya. Dalam hal ini, antara agama yang satu dengan yang lain dapat memiliki perbedaan di dalam merumuskan etika teologisnya.

F. Relasi Etika Filosofis dan Etika Teologis
Terdapat perdebatan mengenai posisi etika filosofis dan etika teologis di dalam ranah etika. Sepanjang sejarah pertemuan antara kedua etika ini, ada tiga jawaban menonjol yang dikemukakan mengenai pertanyaan di atas, yaitu :
1. Revisionisme
Tanggapan ini berasal dari Augustinus (354-430) yang menyatakan bahwa etika teologis bertugas untuk merevisi, yaitu mengoreksi dan memperbaiki etika filosofis.
2. Sintesis
Jawaban ini dikemukakan oleh Thomas Aquinas (1225-1274) yang menyintesiskan etika filosofis dan etika teologis sedemikian rupa, hingga kedua jenis etika ini, dengan mempertahankan identitas masing-masing, menjadi suatu entitas baru. Hasilnya adalah etika filosofis menjadi lapisan bawah yang bersifat umum, sedangkan etika teologis menjadi lapisan atas yang bersifat khusus.
3. Diaparalelisme
Jawaban ini diberikan oleh F.E.D. Schleiermacher (1768-1834) yang menganggap etika teologis dan etika filosofis sebagai gejala-gejala yang sejajar. Hal tersebut dapat diumpamakan seperti sepasang rel kereta api yang sejajar.
Mengenai pandangan-pandangan di atas, ada beberapa keberatan. Mengenai pandangan Augustinus, dapat dilihat dengan jelas bahwa etika filosofis tidak dihormati setingkat dengan etika teologis. Terhadap pandangan Thomas Aquinas, kritik yang dilancarkan juga sama yaitu belum dihormatinya etika filosofis yang setara dengan etika teologis, walaupun kedudukan etika filosofis telah diperkuat. Terakhir, terhadap pandangan Schleiermacher, diberikan kritik bahwa meskipun keduanya telah dianggap setingkat namun belum ada pertemuan di antara mereka.
Ada pendapat lain yang menyatakan perlunya suatu hubungan yang dialogis antara keduanya. Dengan hubungan dialogis ini maka relasi keduanya dapat terjalin dan bukan hanya saling menatap dari dua horizon yang paralel saja. Selanjutnya diharapkan dari hubungan yang dialogis ini dapat dicapai suatu tujuan bersama yang mulia, yaitu membantu manusia dalam bagaimana ia seharusnya hidup.


Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Etika
http://erniritonga123.blogspot.com/2010/01/definisi-etika.html


Selasa, 06 November 2012

KOMUNIKASI ANTARPRIBADI


PENGERTIAN KOMUNIKASI ANTARPRIBADI 
 
Komunikasi antarpribadi (interpersonal communication) adalah komunikasi antara individu-individu (Littlejohn, 1999).
 
Bentuk khusus dari komunikasi antarpribadi ini adalah komunikasi diadik yang melibatkan hanya dua orang secara tatap-muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal ataupun nonverbal, seperti suami-isteri, dua sejawat, dua sahabat dekat, seorang guru dengan seorang muridnya, dan sebagainya.
 
Steward L. Tubbs dan Sylvia Moss (dalam Deddy Mulyana, 2005) mengatakan ciri-ciri komunikasi diadik adalah:
 
· Peserta komunikasi berada dalam jarak yang dekat;
 
· Peserta komunikasi mengirim dan menerima pesan secara simultan dan spontan, baik secara verbal maupun nonverbal.
 
Komunikasi antarpribadi sangat potensial untuk menjalankan fungsi instrumental sebagai alat untuk mempengaruhi atau membujuk orang lain, karena kita dapat menggunakan kelima lat indera kita untuk mempertinggi daya bujuk pesan yang kita komunikasikan kepada komunikan kita. Sebagai komunikasi yang paling lengkap dan paling sempurna, komunikasi antarpribadi berperan penting hingga kapanpun, selama manusia masih mempunyai emosi. Kenyataannya komunikasi tatap-muka ini membuat manusia merasa lebih akrab dengan sesamanya, berbeda dengan komunikasi lewat media massa seperti surat kabar, televisi, ataupun lewat teknologi tercanggihpun.
 
Jalaludin Rakhmat (1994) meyakini bahwa komunikasi antarpribadi dipengaruhi oleh persepsi interpersonal; konsep diri; atraksi interpersonal; dan hubungan interpersonal.
 
 
Persepsi interpersonal
Persepsi adalah memberikan makna pada stimuli inderawi, atau menafsirkan informasi inderawi. Persepi interpersonal adalah memberikan makna terhadap stimuli inderawi yang berasal dari seseorang(komunikan), yang berupa pesan verbal dan nonverbal. Kecermatan dalam persepsi interpersonal akan berpengaruh terhadap keberhasilan komunikasi, seorang peserta komunikasi yang salah memberi makna terhadap pesan akan mengakibat kegagalan komunikasi.
 
 
Konsep diri
Konsep diri adalah pandangan dan perasaan kita tentang diri kita. Konsep diri yang positif, ditandai dengan lima hal, yaitu: a. Yakin akan kemampuan mengatasi masalah; b. Merasa stara dengan orang lain; c. Menerima pujian tanpa rasa malu; d. Menyadari, bahwa setiap orang mempunyai berbagai perasaan, keinginan dan perilaku yang tidak seluruhnya disetujui oleh masyarakat; e. Mampu memperbaiki dirinya karena ia sanggup mengungkapkan aspek-aspek kepribadian yang tidak disenanginya dan berusaha mengubah. Konsep diri merupakan faktor yang sangat menentukan dalam komunikasi antarpribadi, yaitu:
 
1. Nubuat yang dipenuhi sendiri. Karena setiap orang bertingkah laku sedapat mungkin sesuai dengan konsep dirinya. Bila seseorang mahasiswa menganggap dirinya sebagai orang yang rajin, ia akan berusaha menghadiri kuliah secara teratur, membuat catatan yang baik, mempelajari materi kuliah dengan sungguh-sungguh, sehingga memperoleh nilai akademis yang baik.
 
2. Membuka diri. Pengetahuan tentang diri kita akan meningkatkan komunikasi, dan pada saat yang sama, berkomunikasi dengan orang lain meningkatkan pengetahuan tentang diri kita. Dengan membuka diri, konsep diri menjadi dekat pada kenyataan. Bila konsep diri sesuai dengan pengalaman kita, kita akan lebih terbuka untuk menerima pengalaman-pengalaman dan gagasan baru.
 
3. Percaya diri. Ketakutan untuk melakukan komunikasi dikenal sebagai communication apprehension. Orang yang aprehensif dalam komunikasi disebabkan oleh kurangnya rasa percaya diri. Untuk menumbuhkan percaya diri, menumbuhkan konsep diri yang sehat menjadi perlu.
 
4. Selektivitas. Konsep diri mempengaruhi perilaku komunikasi kita karena konsep diri mempengaruhi kepada pesan apa kita bersedia membuka diri (terpaan selektif), bagaimana kita mempersepsi pesan (persepsi selektif), dan apa yang kita ingat (ingatan selektif). Selain itu konsep diri juga berpengaruh dalam penyandian pesan (penyandian selektif).
 
 
Atraksi interpersonal
Atraksi interpersonal adalah kesukaan pada orang lain, sikap positif dan daya tarik seseorang. Komunkasi antarpribadi dipengaruhi atraksi interpersonal dalam hal:
 
1. Penafsiran pesan dan penilaian. Pendapat dan penilaian kita terhadap orang lain tidak semata-mata berdasarkan pertimbangan rasional, kita juga makhluk emosional. Karena itu, ketika kita menyenangi seseorang, kita juga cenderung melihat segala hal yang berkaitan dengan dia secara positif. Sebaliknya, jika membencinya, kita cenderung melihat karakteristiknya secara negatif.
 
2. Efektivitas komunikasi. Komunikasi antarpribadi dinyatakan efektif bila pertemuan komunikasi merupakan hal yang menyenangkan bagi komunikan. Bila kita berkumpul dalam satu kelompok yang memiliki kesamaan dengan kita, kita akan gembira dan terbuka. Bila berkumpul dengan denganorang-orang yang kita benci akan membuat kita tegang, resah, dan tidak enak. Kita akan menutup diri dan menghindari komunikasi.
 
 
Hubungan interpersonal
Hubungan interpersonal dapat diartikan sebagai hubungan antara seseorang dengan orang lain. Hubungan interpersonal yang baik akan menumbuhkan derajad keterbukaan orang untuk mengungkapkan dirinya, makin cermat persepsinya tentang orang lain dan persepsi dirinya, sehingga makin efektif komunikasi yang berlangsung di antara peserta komunikasi. Miller (1976) dalam Explorations in Interpersonal Communication, menyatakan bahwa ”Memahami proses komunikasi interpersonal menuntut hubungan simbiosis antara komunikasi dan perkembangan relasional, dan pada gilirannya (secara serentak), perkembangan relasional mempengaruhi sifat komunikasi antara pihak-pihak yang terlibat dalam hubungan tersebut.”
 
Lebih jauh, Jalaludin Rakhmat (1994) memberi catatan bahwa terdapat tiga faktor dalam komunikasi antarpribadi yang menumbuhkan hubungan interpersonal yang baik, yaitu: a. Percaya; b. sikap suportif; dan c. sikap terbuka.
 
 
 
Daftar pustaka
 
 
Deddy Mulyana, 2005, Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar, Bandung: Remaja Rosdakarya.
 
Jalaludin Rakhmat, 1994, Psikologi Komunikasi, Bandung: Remaja Rosdakarya.
 
Littlejohn, 1999, Theories of Human Communication, Belmont, California: Wadsworth Publishing Company.